Kurang lebih berjarak 5 km ke arah selatan dari pusat kota Bantul, Yogyakarta. Terletaklah sebuah desa kecil nan permai yang sangat t...

Asal - Usul Ganjuran Bantul



Kurang lebih berjarak 5 km ke arah selatan dari pusat kota Bantul, Yogyakarta. Terletaklah sebuah desa kecil nan permai yang sangat terkenal di kalangan penduduk asli Kabupaten Bantul. Persawahan yang luas serta barisan cemara hijau yang rapi, akan mengiringi langkah kita memasuki desa cemara itu. Ganjuran, itulah nama sebuah desa yang mempunyai keunikan tersendiri menurut kisah bagaimana asal mula terjadinya nama desa tersebut. Secara administratif, Desa Ganjuran terletak di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul.

Konon Desa Ganjuran ini merupakan pusat pemerintahan kecamatan bambanglipuro lama. Menurut berbagai sumber baik lisan maupun tulisan, nama Desa Ganjuran itu sendiri bermula dari kisah percintaan antara ki Ageng Mangir Wonoboyo dan Roro Rembayun. Kedua tokoh tersebut memang sudah tak asing lagi terdengar di telinga rakyat Bantul. Terus, bagaimana kisah selengkapnya? kita simak di bawah ini.
Setelah Danang Sutawijaya memperoleh hadiah tanah Mataram dari Joko Tingkir, dia ingin mendirikan sebuah kerajaan kasultanan yang merdeka dari kekuasaan Kerajaan Pajang. strategi awal yang akan dilakukannya adalah dengan membuka Alas Mentaok sebagi pusat pemerintahan Mataram.

Ternyata tidak semudah membalik telapak tangan untuk membuka Alas Mentaok, karena alas tersebut ditunggui oleh jin yang bernama Jalumampang alias Jathamamrang yang terkenal sangat sakti mandraguna. Merasa kesulitan mengalahkan Jin Jalumampang, Sutawijaya lalu bertapa di segara kidul (laut selatan). Dalam tapanya itu, Sutawijaya didatangi oleh Nyai Rara Kidul si Ratu laut selatan yang terpikat oleh ketampanan Sutawijaya. Kemudian, sutawijaya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat bagus ini. Dia minta tolong kepada Nyi Roro Kidul untuk membantu mengalahkan Jin Jalumampang. Dan ternyata Nyi Rara Kidul pun mau membantu Sutawijaya dalam menghadapi Jin Jalumampang, akan tetapi dengan satu syarat bahwa Sutawijaya beserta keturunannya nanti harus menjadi suami dari Nyi Roro Kidul. Akhirnya, persyaratan itupun disetujui oleh Sutawijaya.

Dengan bantuan Nyi Roro Kidul tersebut, Sutawijaya akhirnya dapat mengalahkan Jin Jalumampang. Dan konon sejak saat itu, Jin Jalumampang pindah ke lereng Gunung Merapi, yang sekarang terkenal dengan sebutan kaliurang.

Setelah akhirnya mampu mengalahkan Jin Jalumampang, Sutawijaya masih bingung dalam menentukan di mana letak pusat pemerintahan Kerajaan Mataram. Dalam kebimbangannya itu, Sutawijaya menyepi di tengah Alas Mentaok. Tempat itu sangat sepi, sehingga dapat menenangkan suasana hatinya yang sedang gundah menjadi tenang dan damai. Sehingga tempat itu diberi nama Lipuro, yang berasal dari kata lipur (yang berarti hibur).

Karena suasana alamnya yang begitu menenangkan, Sutawijaya sempat bepikir ingin menjadikan tempat itu sebagai pusat Kerajaan Mataram. Akan tetapi, niat itu diurungkannya, karena setelah dipikir-pikir lagi tempat itu tidak menguntungkan. Selain tidak tepat di tengah-tengah wilayah kerajaan, juga jauh dari sumber perairan sungai. dan akhirnya, Sutawijaya memutuskan untuk mendirikan pusat kerajaannya di sebelah barat Sungai Opak, yang sekarang terkenal dengan nama Kota Gedhe. Dan semenjak saat itu, Sutawijaya bergelar sebagai Panembahan Senopati.

Setelah Kerajaan Mataram berkembang pesat, banyak pemberontakan yang muncul ingin menumbangkan kekuasaan Senopati. Salah satu pemberontakan yang sulit dikalahkan adalah pemberontakan ki Ageng Mangir Wonoboyo. Untuk mengalahkan ki Ageng Mangir, Panembahan Senopati menggunakan putrinya yang bernama Rara Pembayun untuk merayu dan membunuh ki Ageng Mangir.

Akan tetapi, Rara Pembayan sendiri telah terlanjur jatuh cinta kepada ki Ageng Mangir, namun cinta mereka tidak direstui oleh Panembahan Senopati, karena Panembahan Senopati masih menyimpan dendam kepada ki Ageng Mangir. Dan akhirnya mereka berdua diasingkan dari Kerajaan Mataram. Dalam pengasingan itu, mereka hidup di sebuah desa yang dulu digunakan untuk menyepi oleh Panembahan Senopati yang bernama Desa Lipuro.

Di situlah mereka bisa memadu cinta, dan kisah cinta antara ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun inilah yang mengilhami penciptaan tembang kala ganjur, yang berarti tali pengikat dasar manusia. Nah, dari nama tembang tersebutlah, desa yang dulu bernama Lipuro itu, kini berubah nama menjadi Desa Ganjuran.

Lalu, mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa sekarang nama Lipuro masih tetap digunakan sebagai nama Kecamatan Bambanglipuro. Kita tahu, bahwa kata “bambang” dalam Bahasa Jawa berarti muda. Jadi, arti bambanglipuro adalah “lipuro muda” atau “lipuro baru”, sebagai ganti Desa Lipuro yang dulu sempat hilang karena diganti dengan nama Ganjuran.

Itulah kisah cerita terjadinya nama Desa Ganjuran dan Kecamatan Bambanglipuro. Memang, cerita rakyat ini telah tak populer lagi di kalangan masyarakat. Akan tetapi, cerita-cerita seperti inilah yang seharusnya kita jaga. Agar jika anak cucu kita kelak bertanya tentang nama suatu tempat, kita tidak ragu lagi untuk menceritakannya. Hidup cerita rakyat!

0 comments: